Sememangnya dalam kehidupan ini, perbezaan
pendapat dan mempunyai pandangan yang berlainan adalah sesuatu perkara
yang lumrah justeru apabila ia berlaku jangan sesekali ada di antara
kita dengan mudah membuat kesimpulan yang menjurus kepada prasangka
kononnya ia bertujuan memburukkan sesiapa.
Allah telah
mengingatkan kita dalam surah Yunus ayat 36 dengan menegaskan,
‘‘Prasangka itu tidak mendatangkan kebenaran apa pun.” Oleh itu jika
tercetus sesuatu isu antara kita dan terwujudnya perbezaan pendapat atau
terbentuk sesuatu teguran ia seharusnya ditangani dengan
sebijak-bijaknya.
Janganlah kita terlalu gopoh ke hadapan dengan
membuat andaian yang bukan-bukan atau berhujah dengan penuh emosi
sehingga terwujud cabar-mencabar. Sebaliknya teguran atau sesuatu
pandangan itu perlu diteliti dan dihalusi sertai dikaji kebenarannya.
Ini kerana perbuatan menegur orang yang melakukan kesalahan merupakan
tindakan yang amat diperintah oleh Allah.
Firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 125 bermaksud:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
Namun
begitu sejak kebelakangan ini kita melihat semakin banyak pihak yang
tidak boleh ditegur biarpun apa yang dinyatakan oleh seseorang itu
mempunyai kebenarannya.
Sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah
mengingatkan bahawa sesuatu kebenaran itu perlu dinyatakan biarpun pahit
dan baginda juga menegaskan,
‘‘Siapa sahaja di antara kalian yang
melihat kemungkaran, maka tegurlah dengan tangannya (kekuasaannya). Jika
tidak mampu, maka tegurlah dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka
tegurlah dengan hati. Namun, ini adalah keimanan paling lemah.”
Islam
telah menggariskan dalam membuat teguran, kita haruslah berhati-hati
apatah lagi jika kita cuba bertindak sebagai ‘orang perantaraan’ bagi
menjelaskan sesuatu perkara.
Tiga
faktor yang digariskan oleh Islam boleh menjayakan sesuatu teguran itu
ialah, pertama, tidak merendahkan ego orang yang ditegur, kedua mencari
waktu yang tepat dan ketiga memahami kedudukan orang yang ditegur.
Hakikatnya,
Islam memberi panduan yang jelas dalam kita memberi teguran dan
bagaimana sikap kita apabila ditegur. Kita tidak harus melatah apatah
lagi terlalu emosional sehingga menyebabkan kita melafazkan kata-kata
yang tidak sepatutnya.
Semua itu tidak akan menyelesaikan masalah
sebaliknya hanya akan mengeruhkan lagi keadaan, tidak kira sama ada
kita pemimpin atau tidak tetapi apa yang kita perkatakan pasti akan
dinilai oleh manusia dan diperhitungkan oleh Allah.
Kegagalan
untuk mengawal perasaan kita berhujah akan menyebabkan berlaku
tuduh-menuduh yang kesudahannya akan mencetus permusuhan antara kita.
Tindakan ini sudah tentulah bertentangan dengan firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 103 yang mengingatkan,
‘‘Dan
berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah dan
janganlah kamu bercerai-berai dan ingatkan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan hati kamu lalu
jadikan kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang yang bersaudara, pada
hal dahulunya kamu telah berada di jurang neraka, maka Dia menyelamatkan
kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat agar
kamu mendapat petunjuk.”
Hakikatnya, Islam tidak hanya mengajar
etika menegur umat seagama tetapi Islam juga mengajar kita bagaimana
cara menegur yang betul kepada umat daripada agama lain, tidak kita
seburuk apa pun kesalahannya.
Ia terkandung dalam al-Quran
melalui perintah Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berkata
lembut kepada Firaun seperti mana firman-Nya dalam surah Thaha ayat 44
yang bermaksud;
‘‘Berbicaralah kalian berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
Jika
dengan Firaun pun Allah perintahkan para nabi bercakap dengan lemah
lembut, apatah lagi kita sesama Islam. Ertinya Allah tidak suka jika
kita bercakap atau berhujah mengikut perasaan semata-mata.
Rasulullah s.a.w bersabda,
‘‘Percakapan
orang yang berakal muncul dari balik hati nuraninya. Maka ketika hendak
berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Apabila ada
manfaat baginya, dia harus bercakap dan apabila ia boleh mendatangkan
keburukan, maka dia hendaklah tidak melafazkannya. Sesungguhnya hati
orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa sahaja yang
dia mahukan’’.
Seperkara lagi dalam kita berhujah atau
mempertahankan sesuatu elakkan daripada memalsukan fakta apatah lagi
membuat pujian yang bukan-bukan kepada seseorang ini.
Ia disebabkan pujian yang melampau itu adalah bencana lidah (min afat al lisan) yang sangat berbahaya.
Dalam
buku Ihya ‘Ulum al-Din, Imam Ghazali menyatakan enam bahaya (keburukan)
yang mungkin timbul daripada budaya memuji tersebut iaitu empat
keburukan kembali kepada orang yang memberikan pujian dan dua keburukan
lainnya kembali kepada orang yang dipuji.
Bagi pihak yang memuji,
keburukan yang akan diperoleh ialah melakukan pujian secara berlebihan
sehingga menjerumus ke dalam dusta, dia memuji dengan berpura-pura
menunjukkan rasa cinta dan simpati yang tinggi sedangkan dalam hatinya
adalah sebaliknya, ia menyatakan sesuatu yang tidak disokong oleh fakta
sebaliknya pembohongan semata-mata dan dia telah menggembirakan orang
yang dipuji padahal orang itu melakukan kesalahan.
Dua keburukan
yang menanti orang yang dipuji pula ialah dia akan merasa sombong (kibr)
dan bangga diri (ujub) – kedua-dua adalah penyakit yang boleh
‘mematikan’ hati seseorang dan keburukan kedua, orang yang dipuji akan
merasa hebat, tidak perlu bersusah payah dan bekerja kuat.
Kesimpulannya,
dalam apa juga yang kita lakukan berkaitan dengan lidah yang melahirkan
kata-kata kita harus berhati-hati, tidak kiralah sama ada ia teguran,
pujian, kenyataan atau berhujah.Ini kerana setiap apa yang diperkatakan
akan diperhitungkan di akhirat kelak apatah lagi jika ia berkaitan
dengan soal kebenaran dan kebatilan.
Justeru jadikanlah firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 104 dan 105 sebagai pegangan, maksudnya;
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada
kebajikan dan menyuruh kepada makruf dan mencegah dari kemungkaran dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.
“Dan janganlah kamu
seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka dan mereka itulah orang-orang yang
akan mendapat azab yang berat.”
Cara Menegur Dengan Bijak
Ditegur atau
diperingatkan atas kesalahan yang anda lakukan memang sama sekali bukan
moment yang menyenangkan. Rasa malu, gengsi bahkan kadang sakit hati tak
jarang menguasai fikiran anda setelah mendapat teguran. Tapi jangan
salah, ternyata menegur itu lebih tidak enak dari pada orang yang
menerima teguran, karena ada beban tersendiri ketika harus
memperingatkan dan mengungkapkan kesalahan orang lain.
Makanya
tidak heran jika muncul perasaan sungkan dan risih saat harus menegur
orang yang salah, sekalipun yang akan anda tegur adalah bawahan, tapi
demi kedisiplinan dan berjalannya sistem kerja yang baik, anda harus
berani menegur yang salah.
Berikut ini tips menegur bawahan dengan bijak :
1. Kumpulkan Informasi Akurat
Dalam
menegur seseorang, anda harus memiliki alasan dan informasi yang
akurat, tanpa hal ini anda bisa dianggap sewenang-wenang. Tapi ingat,
jangan mencari-cari kesalahan orang lain, artinya ada harus menegur
secara obyektif.
2. Tegurlah Segera
Jangan menunda-nunda waktu
untuk menegur, karena hal ini akan berakibat si pelanggar merasa itu
bukan kesalahan dan kemungkinan akan dicontoh oleh bawahan yang lain.
3. Lakukan Secara Personal
Ingatlah,
jangan pernah menegur ditengah orang banyak dan dengan bantuan orang
lain, lakukan empat mata, pilih tempat yang melindungi privasi,
bersikaplah profesional, jangan mempermalukan orang tersebut didepan
orang lain.
4. Fokus Pada Persoalan
Teguran hendaknya jangan
melenceng dari persoalan, artinya jangan menyinggung hal-hal yang tidak
ada kaitannya dengan masalah pokok, apalagi masalah pribadi. Selain itu
jangan mengungkit kesalahan dimasa lalu, karena hal tersebut akan
mengesankan bahwa anda seorang pendendam.
5. Dengarkan Pembelaannya
Beri
kesempatan pada orang yang anda tegur untuk memberikan penjelasan, hal
ini juga membantu anda dalam memecahkan persoalan dan memberikan solusi.
Jangan biarkan mereka melakukan kesalahan lagi, hanya karena mereka
tidak tahu apa keinginan anda.
6. Lakukan Dengan Tegas & Adil
Teguran
harus dilakukan dengan tegas dan adil, jangan hanya menegur orang yang
tidak anda suka, jika anda hanya menegur orang-orang tertentu, anda akan
dicap pilih kasih dan tidak adil. Hal yang tidak kalah penting, dalam
menegur tunjukkan sikap untuk membantu, bukan menghukum.
7. Buatlah Komitmen Perbaikan
Bicarakan
solusi yang yang dapat anda & dia lakukan untuk perbaikan kedepan,
buat kesepakatan, tentukan batas waktu. Akhiri prosedur pemberian
teguran dengan saling pengertian, kemudian lihat perbaikan yang
dilakukan.
Selamat menegur dengan bijak, semoga bisa membawa perubahan kedepan, kearah yang lebih baik
Menegur jangan sampai menyakiti hati org yg kita tegur..
ReplyDeleteKita tegur utk kebaikan..
Bukan utk memburukkan keadaan..
Bukan utk menambah stress mereka yg kita tegur